Selasa, 23 Oktober 2012
Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan
Pendahuluan
Sejalan dengan perkembangan zama era globalisasi sudah barang tentu tuntutan
perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan juga memerlukan payung dalam
berbagai produk per-Undang-undangan yang dapat mengantisifasinya.
Sebelum Reformasi dalam pembaharuan perundang-undangan perburuhan dan
ketenaga kerjaan masalah penyelesaian sengketa buruh masih memakai undang-undang
lama antara lain :
a. Undang-undang No.22 Tahun 1957 lembaran Negara No.42 Tahun 1957 tentang
penyelesaian perselisihan perburuhan.
b. Undang-undang No.12 Tahun 1964 Lembaga Negara No.93 Tahun 1964 tentang
pemutusan hubungan kerja di perusahaan swasta.
Didalam kedua produk Perundang-undangan ini memberikan jalan penyelesaian
sengketa buruh lebih di titik beratkan pada musyawarah mufakat antara buruh dan
majikan melalui Lembaga Bepartie, dan bila tidak terselesaikan dapat dilanjutkan ke
Lembaga Tripartie, dan seterusnya dapat dilanjutkan ke Pengadilan P4D dan P4P.
Akan tetapi pada zaman sekarang ini dimana semakin kompleksnya permasalahan
perburuhan Undang-undang lama tersebut tidak dapat lagi memberikan jalan keluar
dalam menyelesaikan sengketa perburuhan, sehingga di undangkanlah Undang-undang
lain seperti Undang-undang Hak Azasi Manusia No.39 Tahun 1999, Undang-undang
Serikat Pekerja No.21 Tahun 2000, dan Undang-undang penyelesaian perselisihan
Industrial No.2 Tahun 2004.
Penyelesaian Sengketa Buruh Melalui Komisi Nasional Hak Azasi Manusia
Undang-undang Hak Azasi Manusia No.39 Tahun 1999 memberi peluang bagi
Buruh dan Tenaga Kerja dalam menyelesaikan sengketa buruh.
Walaupun banyak kaum awam belum paham tentang tata cara penyelesaian
sengketa Buruh melalui Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, Undang-undang No.39
Tahun 1999 memberi peluang sengketa buruh dapat diselesaikan melalui Komisi Hak
Azasi Manusia. Pada pasal 89 ayat 3 sub h, dikemukakan Komnas HAM dapat
menyelesaikan dan memberi pendapat atas sengketa publik, baik terhadap perkara buruh
yang sudah disidangkan maupun yang belum disidangkan.
Penjelasan Undang-undang tersebut mengatakan sengketa publik yang dimaksud
di dalam Undang-undang Hak Azasi Manusia tersebut termasuk 3 (tiga) golongan
sengketa besar, antara lain sengketa pertanahan, sengketa ketenaga kerjaan dan sengketa
lingkungan hidup.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
1Sengketa ketenaga kerjaan tergolong sengketa publik dapat mengganggu
ketertiban umum dan stabilitas Nasional, maka peluang pengaduan pelanggaran Hak-hak
Buruh tersebut dapat disalurkan ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia sesuai dengan
isi Pasal 90 Undang-undang No.39 Tahun 1999 yang berbunyi pada ayat 1 “ Setiap orang
atau kelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa Hak Azasinya telah dilanggar
dapat memajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komisi Nasional Hak
Azasi Manusia”. Kemudian dikuatkan lagi dalam Bab VIII Pasal 101 Undang-undang
No.39 Tahun 1999 tersebut Lembaga Komnas HAM dapat menampung seluruh laporan
masyarakat tentang terjadinya pelanggaran Hak Azasi Manusia.
Penyelesaian Sengketa Buruh Di Luar Pengadilan
Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial dalam Undang-undang No.2
Tahun 2004 memungkinkan penyelesaian sengketa buruh/Tenaga Kerja diluar
pengadilan.
1. Penyelesaian Melalui Bipartie
Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang No.2 Tahun 2004 memberi jalan
penyelesaian sengketa Buruh dan Tenaga Kerja berdasarkan musyawarah mufakat
dengan mengadakan azas kekeluargaan antara buruh dan majikan.
Bila terdapat kesepakatan antara buruh dan majikan atau antara serikat pekerja
dengan majikan, maka dapat dituangkan dalam perjanjian kesepakatan kedua belah pihak
yang disebut dengan perjanjian bersama.
Dalam perjanjian bersama atau kesepakatan tersebut harus ditandatagani kedua
belah pihak sebagai dokumen bersama dan merupakan perjanjian perdamaian.
2. Penyelesaian Melalui Mediasi
Pemerintah dapat mengangkat seorang Mediator yang bertugas melakukan
Mediasi atau Juru Damai yang dapat menjadi penengah dalam menyelesaikan sengketa
antara Buruh dan Majikan. Seorang Mediator yang diangkat tersebut mempunyai syaratsyarat sebagaimana dituangkan dalam Pasal 9 Undang-undang No.2 Tahun 2004 dan
minimal berpendidikan S-1. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setiap menerima pengaduan si
Buruh, Mediator telah mengadakan duduk perkara sengketa yang akan diadakan dalam
pertemuan Mediasi antara para pihak tersebut.
Pengangkatan dan akomodasi mediator ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
Bila telah tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan melalui Mediator tersebut
dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani para pihak dan mediator tersebut,
kemudian perjanjian tersebut didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri setempat.
3. Penyelesaian Melalui Konsiliasi
Penyelesaian melalui Konsiliator yaitu pejabat Konsiliasi yang diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri Tenaga Kerja berdasarkan saran organisasi serikat pekerja
atau Serikat Buruh. Segala persyaratan menjadi pejabat Konsiliator tersebut didalam
pasal 19 Undang-Undang No.2 Tahun 2004. Dimana tugas terpenting dari Kosiliator
adalah memangil para saksi atau para pihak terkait dalam tempo selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sejak menerima penyelesaian Konsiliator tersebut.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
2Pejabat Konsiliator dapat memanggil para pihak yang bersengketa dan membuat
perjanjian bersama apabila kesepakatan telah tercapai.
Pendaftaran perjanjian bersama yang diprakarsai oleh Konsiliator tersebut dapat
didaftarkan didepan pengadilan Negeri setempat. Demikian juga eksekusinya dapat
dijalankan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat tesebut.
4. Penyelesaian Melalui Arbitrase
Undang-undang dapat menyelesaikan perselisihan melalui arbitrase meliputi
perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja dan Majikan didalam
suatu perusahaan. Untuk ditetapkan sebagai seorang Arbiter sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1) berbunyi :
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. cakap melakukan tindakan hukum
c. warga negara Indonesia
d. berumur sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun
e. pendidikan sekurang-kurangnya Starata Satu (S-1)
f. berbadan sehat sesuai dengan surat keterangan dokter
g. menguasai peraturan perundang-undangan dibidang ketenaga kerjaan yang dibuktikan
dengan sertifikat atau bukti kelulusan telah mengikuti ujian arbitrase dan
h. memiliki pengalaman dibidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun.
Pengangkatan arbiter berdasarkan keputusan Menteri Ketenagakerjaan. Para pihak
yang bersengketa dapat memilih Arbiter yang mereka sukai seperti yang ditetapkan oleh
Menteri Tenaga Kerja. Putusan Arbiter yang menimbulkan keraguan dapat dimajukan
tuntutan ingkar kepada Pengadilan Negeri setempat dengan mencantumkan alasan-alasan
otentik yang menimbulkan keraguan tersebut.
Putusan Pengadilan Negeri dalam Pasal 38 Undang-undang No.2 Tahun 2004, dapat
membuat putusan mengenai alasan ingkar dan dimana tidak dapat diajukan perlawanan
lagi.
Bila tercapai perdamaian, maka menurut isi Pasal 44 Undang-undang No.2 Tahun
2004, seorang arbiter harus membuat Akte Perdamaian yang ditandatangani oleh kedua
belah pihak dengan disaksikan seorang Arbiter atau Majelis Arbiter.
Penetapan Akte Perdamaian tersebut didaftarkan dimuka pengadilan, dan dapat
pula di exekusi oleh Pengadilan atau putusan tersebut, sebagaimana lazimnya. Putusan
Kesepakatan Arbiter tersebut dibuat rangkap 3 (tiga) dan diberikan kepada masingmasing pihak satu rangkap, serta didaftarkan didepan Pengadilan Hubungan Industrial
terhadap putusan tersebut yang telah berkekuatan hukum tidak dapat dimajukan lagi atau
sengketa yang sama tersebut tidak dapat dimajukan lagi ke Pengadilan Hubungan
Industrial.
5. Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan
Sebelum keluarnya Undang-undang Hubungan Industrial penyelesaian sengketa
perburuhan diatur didalam Undang-undang No.22 tahun 1957 melalui peradilan P4D dan
P4P.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
3Untuk mengantisipasi penyelesaian dan penyaluran sengketa Buruh dan Tenaga
Kerja sejalan dengan tuntutan kemajuan zaman dibuat dan di undangkan Undang-undang
No.2 Tahun 2004 sebagai wadah peradilan Hubungan Industrial disamping peradilan
umum.
Dalam Pasal 56 Undang-undang No.2 Tahun 2004 mengatakan Pengadilan
Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan :
a. di tingkat pertama mengenai perselisihan hak
b. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
c. di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja
d. di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh dalam satu perusahaan.
Adapun susunan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri terdiri
dari :
a. Hakim
b. Hakim ad Hoc
c. Panitera Muda, dan
d. Panitera Pengganti.
Untuk Pengadilan Kasasi di Mahkamah Agung terdiri dari :
a. Hakim Agung
b. Hakim ad Hoc pada Mahkamah Agung ; dan
c. Panitera
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Hakim Ad Hoc pada Pengadilan
Hubungan Industrial dan Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung RI harus mempunyai
syarat-syarat sebagai berikut :
a. warga negara Indonesia
b. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
c. setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
d. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun
e. berbadan sehat sesuai dengan keterangan dokter
f. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela
g. berpendidikan serendah-rendahnya Starata Satu (S-1) kecuali bagi Hakim Ad Hoc
pada Mahkamah Agung, syarat pendidikan Sarjana Hukum, dan
h. berpengalaman dibidang hubungan industrial minimal 5 (lima) tahun.
Pengangkatan dan penunjukan Hakim Ad Hoc tersebut pad pengadilan Hubungan
Industrial berdasarkan SK. Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung Republik
Indonesia. Sebelum memangku jabatan Hakim Ad Hoc wajib disumpah atau memberikan
janji menurut agama dan kepercayaannya masing-masing serta Hakim Ad Hoc tersebut
tidak boleh merangkap Jabatan sebagaimana dituangkan dalam Pasal 66 Undang-Undang
No.2 Tahun 2004.
Hukum acara yang dipakai untuk mengadili sengketa perburuan tersebut adalah
Hukum Acara Perdata yang berlaku dilingkungan Pengadilan Umum, kecuali di atur
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
4secara khusus oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2004 serta menuggu keputusan Presiden
untuk menentukan Tata Cara pengangkatan Hakim Ad Hoc Ketenaga Kerjaan.
Sebelum Undang-Undang ini berlaku secara effektif didalam masyarakat dalam
penyelesaian pemutusan Hubungan Kerja masih memakai KEP/MEN/150 Tahun 2000
dan Undang-Undang No.13 Tahun 2003, tentang Undang-Undang Ketenagakerjaan .
DAFTAR PUSTAKA
- Lalu Husni SH.M.Hum. Penyelesaian Perselisian Hubungan Industrial Melalui
Pengadilan dan Diluar Pengadilan, Penerbit PT. Raja Grafindo Parsada,
Jakarta 2004.
---------------- Undang-undang Pengadilan Hak Azasi Manusia, 2000 dan Undang-undang
HAM 1999, Penerbit Citra Umbara, Bandung, 2001.
---------------- Depnaker RI, Undang-undang No.2 Tahun 2004 Tentang Perselisihan
Hubungan Industrial, Penerbit Dewan Pimpinan Pusat Konfidrasi SPSI
dan Depnaker, 2004.
---------------- Undang-undang RI No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Beserta
penjelasannya, Penerbit Citra Umbara, Bandung, 2004.
---------------- Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, Jurnal HAM Vol.1 No.1, Oktober
2003, Penerbit Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2003.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar